Pengembangan food estate erat kaitannya dengan pengembangan agribisnis. Model agribisnis sendiri mencakup subsektor hulu, subsektor usahatani, subsektor hilir (pengolahan dan pemasaran), serta subsektor penunjang. Masing-masing subsektor ini dapat dijalankan oleh kelompok petani. Identifikasi sumberdaya lokal perlu dilakukan termasuk partisipasi petani dan penyuluh yang mendukung kelompok petani. Kemudian membangun lembaga dan legalitas, menumbuhkan tata kelola lembaga, dan menjalankan proses bisnis. Selanjutnya, melaksanakan promosi mencakup kemitraan, modal dan investasi. Kabupaten Tapin menjadi salah satu kabupaten yang berpotensi untuk mengembangkan food estate guna menunjang Ibukota Nusantara (IKN). Pengembangan food estate ini tidak hanya padi, tetapi juga kedelai, jagung, cabai, peternakan, dan perikanan. Program food estate ini merupakan keselarasan dengan rencana Pemerintah Kabupaten Tapin untuk membangun BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) yang akan menyerap hasil komoditas pangan yang diusahakan petani. Dengan semua potensi tersebut, Kabupaten Tapin dapat menjadi pionir dalam pengembangan food estate di Kalimantan Selatan. Food estate diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik dalam sasaran pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi maupun stabilitas nasional. Pembangunan agribisnis juga merupakan cara mendayagunakan keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia maupun daerah sehinggga menjadi keunggulan kompetitif. Selama tahun 2021, terdapat beberapa produksi tanaman pangan di Kabupaten Tapin yaitu sebanyak 410.274 ton padi sawah, 13.324 ton padi ladang, 8.024 ton jagung, 49 ton kacang tanah, 8 ton kacang hijau, 761 ton ubi kayu, dan 165 ton ubi jalar. Produksi tanaman terbanyak adalah tanaman padi sawah dengan produktivitasnya sebesar 50,76 kw/ha (BPS Kabupaten Tapin, 2022). Sementara itu masih menurut BPS Kabupaten Tapin (2022), komoditas dengan produksi terbanyak di sektor tanaman perkebunan adalah kelapa sawit. Selama 2021, terhitung bahwa produksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit adalah sebanyak 58.346,83 ton, sementara itu Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah yang dihasilkan sebanyak 12.836,3 ton. Komoditas unggulan perkebunan selanjutnya di tahun 2021 adalah tanaman karet yang produksi karetnya mencapai 8.138,37 ton. Sedangkan beberapa produksi dari komoditas perkebunan yang lain adalah 406,78 ton kelapa, 26 ton sagu, dan 9,78 ton aren.
Keberadaan GDPK penting dalam upaya mengatasi persoalan pembangunan karena intervensi menjadi terarah dan lebih tepat sasaran. Juga sebagai respons terhadap dinamika kebijakan di tingkat global, seperti ICPD, MDGs, ICPD beyond, SDGs yang dihadapkan pada dinamika kebijakan dan politik nasional. Terkadang kebijakan dan politik tidak sejalan dengan agenda dan kesepakatan global, seperti yang terjadi di era desentralisasi, yaitu perubahan nomenklatur BKKBN, pendesentralisasian urusan kependudukan ke daerah yang berdampak pada mandegnya indikator kinerja kependudukan. Dengan adanya GDPK diharapkan komitmen politik dapat sejalan dengan kesepakatan global, karena GDPK merupakan terjemahan dari kebijakan kependudukan global yang diperinci dalam lima dimensi, mencakup pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas, pembangunan keluarga, pengarahan moilitas dan penataan administrasi kependudukan.