Pemberlakuan kebijakan pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah mendeskripsikan bahwa setiap Pemerintah Daerah baik pemerintah daerah provinsi maupun Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dituntut untuk mampu membiayai berbagai pembangunan daerahnya
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi biomassa yang tersedia di Kabupaten Tapin, menganalisis lokasi strategis untuk pengembangan bioenergi dan sustainable agriculture, menganalisis biomassa yang berpotensi untuk dikembangkan, mendesain alat bioenergi serta mengaplikasikan bioenergi yang dihasilkan untuk masyarakat sekitar lokasi pengolahan biomassa dan mengintegrasikan dengan konsep sustainable agriculture di Kabupaten Tapin. Data yang digunakan adalah data terkait produksi pertanian, perkebunan, peternaka, dan produksi pertanian per wilayah yang ada di Kabupaten Tapin. Sumber data diambil dari Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura, Dinas Peternakan dan Perkebunan, Dinas Kehutanan serta Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tapin. Teknis analisis data dilakukan dengan studi literatur, survey/observasi langsung, wawancara, studi komparasi secara deskriptif, perancangan alat menggunakan tools Autocad, dan pengamatan langsung serta perhitungan untuk kajian efisiensi biogas yang dihasilkan. Biomassa yang terdapat di Kabupaten Tapin adalah jerami padi, sekam padi, kotoran sapi, daun, batang dan tandan kosong kelapa sawit. Berdasarkan hasil studi komparasi kelbihan dan kekurangan masing-masing sumber biomassa, didapatkan bahwa biomassa jerami padi dan kotoran sapi yang berpotensi untuk dikembangkan. Kajian mengenai lokasi strategis untuk pengembangan bionergi untuk menunjang sustainable agriculture adalah di wilayah Kecamatan Tapin Tengah, Desa Sungai Bahalang karena memiliki potensi besar untuk produksi padi, sapi, kelapa sawit, dan tanaman cabai rawit. Desain alat dilakukan dengan menggunakan reaktor berbahan fiber glass yang memiliki bagian berupa lubang inlet, lubang outlet, lubang pembuangan, dan bak peluapan. Umpan limbah biomassa (kotoran sapi dan jerami padi) dan air yang dimasukkan adalah dengan perbandingan 1:2. Setelah proses fermentasi awal selama 21 hari, dilakukan pengukuran tekanan, perhitungan volume yang dihasilkan serta uji nyala api. Tekanan yang dihasilkan adalah sebesar 12,43 atm. Adapun volume gas yang dihasilkan sebesar 0,2826 m3 untuk sekali penampungan dan dalam 1 hari bisa mengisi 3 balon penampung, sehingga bisa menghasilkan sebesar 0,8478m3 dalam sehari. Hasil uji nyala yang dilakukan untuk merebus air sebanyak 600ml adalah selama 6 menit, sehingga tingkat efisiensi cukup tinggi dimana dalam waktu 1 menit dapat memanaskan air sebanyak 100 ml. Limbah hasil fermentasi kotoran sapi dan jerami padi yang telah difermentasi (slurry) ini berbentuk campuran padat cair tidak berbau dan tidak mengundang serangga. Limbah ini dapat diaplikasikan untuk memperbaiki permukaan tanah dan sebagai pupuk kompos untuk menyuburkan tanaman seperti cabai rawit dan sebagainya sehingga dapat menunjang penerapan sustainable agriculture. Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan maka beberapa rekomendasi yang bisa diberikan adalah dengan melakukan pengkajian optimalisasi limbah biomassa jerami padi, sekam padi, daun, batang dan tandan kosong kelapa sawit untuk pemanfaatannya sebagai sumber bioenergi berupa biogas atau bioetanol dengan proses fermentasi terlebih dahulu. Kemudian Biomassa yang akan dijadikan umpan/input ke dalam digester biogas sebaiknya dilakukan pengecilan ukuran terlebih dahulu agar tidak terjadi penyumbatan pada alat dan proses fermentasi dapat berjalan secara optimal, perlu ada kajian lebih terkait volume gas yang dihasilkan jika umpan/input berasal dari berbagai macam jenis biomassa terutama jenis bahan yang memerlukan tahap perlakuan awal (fermentasi) terlebih dahulu. Kemudian perlu ada kajian lebih untuk pemanfaatan limbah padat sisa proses pembuatan biogas untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi terhadap unsur hara tanah sebagai perbaikan struktur dan tekstur tanah atau menyuburkan tanaman sehingga lebih terlihat konsep sustainable agriculture.